top of page

Kepastian Hukum Bagi Anak

Masyarakat Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan dihebohkan dengan penemuan sesosok jenazah berjenis kelamin perempuan berusia 13 tahun. Polisi menindaklanjuti laporan ini menyimpulkan bahwa jenazah tersebut adalah korban pembunuhan disertai pemerkosaan, setelah melakukan beberapa pemeriksaan dan penyidikan. Ditemukannya empat orang tersangka yaitu IS (17 tahun), MZ (13 tahun), NS (12 tahun) dan AS (12 tahun). Berdasarkan hasil penyidikan didapat bahwa motif pelaku membunuh korban karena cinta IS ditolak oleh korban, sehingga pelaku melampiaskan amarahnya dengan membunuh dan memperkosa korban. Selain IS, ketiga pelaku (MZ, NS, dan AS) dikembalikan ke orang tuanya namun tetap harus menjalankan proses hukum di pengadilan dikarenakan tiga anak tersebut masih di bawah umur.


Menilik hal ini, anak yang didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang telah berumur 12 (dua belas), tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, kemudian pada korban diberlakukan usia yang sama dengan penambahan, “Yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebutkan oleh tindak pidana.” Pada Undang-Undang SPPA juga kemudian disebutkan, mengenai pidana pokok bagi pelaku yang merupakan seorang anak, yaitu dalam Pasal 71 berisikan, “(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan; c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara”. Pada Pasal 71 ini, memberikan pemahaman dimana anak tidak serta-merta dapat bebas secara seutuhnya ketika sudah melakukan perbuatan melanggar hukum.


0 comments

Comments


bottom of page