top of page

Perlindungan Anak Sebagai Pelaku Pembakaran Sekolah: Perspektif Hukum dan Implementasi UU SPPPA


Anak memiliki hak yang harus dilindungi, meskipun terkadang terlibat dalam perilaku kriminal yang melanggar hukum. Menurut UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPPA), anak yang terlibat dalam pelanggaran hukum didefinisikan sebagai "anak yang berkonflik dengan hukum" atau "children in conflict with the law." UU ini memberikan perlindungan dan menetapkan prinsip-prinsip khusus yang harus diterapkan dalam penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana.


Kasus siswa SMPN 2 Pringsurat Temanggung yang membakar sekolahnya menunjukkan bahwa kasus anak yang berhadapan dengan hukum cenderung meningkat. Siswa dari sekolah tersebut melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri, teman sekelas, guru, dan sekolah secara keseluruhan. Tindakan membakar sekolah bukan hanya merupakan kejahatan, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang merugikan semua pihak yang terlibat. Polisi telah menindaklanjuti kasus ini dengan menangkap siswa yang diduga sebagai pelaku pembakaran SMPN 2 Pringsurat melalui rekaman CCTV dan barang bukti yang ditemukan di sekitar lokasi.


Dalam konferensi pers, pelaku yang berinisial R, seorang siswa kelas VII, mengakui bahwa dia membakar sekolah karena merasa terluka dan menjadi korban perundungan oleh teman- temannya, serta merasa diabaikan oleh gurunya. Akibat tindakannya, R diancam dengan Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Pidana Anak. Namun, karena R masih di bawah umur, dia tidak ditahan dan hanya diwajibkan untuk melapor. Selain itu, R juga akan menjalani pemeriksaan terkait kondisi kejiwaannya.


Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengomentari kasus ini karena merasa kepolisian terlalu berlebihan dalam penanganan kasus tersebut, khususnya dengan mengadakan konferensi pers yang melibatkan R di hadapan publik dengan pengawalan polisi yang dilengkapi senjata laras panjang. Mengingat latar belakang kasus ini, Komnas PA mendesak Polres Temanggung agar menggunakan pendekatan hukum yangmempertimbangkan R sebagai anak yang menjadi pelaku dan korban. Pada kasus ini, implementasi UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Pidana Anak harus dilakukan dengan tepat, termasuk menjaga privasi dan identitas anak dengan baik, serta menerapkan pendekatan restoratif dalam penanganan kasus. Pendekatan ini fokus pada pemulihan dan rehabilitasi siswa sebagai tujuan utama, bukan sekadar hukuman. Penting juga melibatkan keluarga, guru, dan lingkungan siswa dalam proses rehabilitasi untuk memberikan dukungan yang diperlukan.


Selain itu, diperlukan upaya dari lembaga terkait, seperti Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, untuk menghadapi secara komprehensif masalah perundungan di sekolah. Langkah-langkah pencegahan dan intervensi yang efektif harus diambil untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi siswa yang menjadi korban perundungan. Selain UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Pidana Anak, Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dan dituangkan dalam beberapa undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menetapkan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, seperti non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta menghargai partisipasi anak karena anak adalah bagian warga negara yang harus dilindungi dan merupakan generasi bangsa yang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa Indonesia.


Sumber Hukum

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPPA)


Referensi

Doni Pribadi, 2018. Perlindungan Terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum.

(http://www.jurnal-umbuton.ac.id/index.php/Volkgeist/article/view/110)


Husni Mubarok, S.Psi., 2021. Anak Berhadapan dengan Hukum dalam Perspektif Psikologi


(https://ham.go.id/2021/11/01/anak-berhadapan-dengan-hukum-dalam-perspektif-psikologi/)


Republika, 2023. Komnas PA: Anak Pembakar Sekolah Tergolong Pelaku dan Korban. (https://news.republika.co.id/berita/rx7h61330/komnas-pa-anak-pembakar-sekolah-tergolong-pelaku-dan-korban)


Riska Vidya Satriani, 2017. Keadilan Restoratif Sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada Sistem Peradilan Pidana Anak.

(https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/2613/keadilan-restoratif-sebagai-tujuan-pelaksanaan-diversi-pada-sistem-peradilan-pidana-anak)

0 comments

コメント


bottom of page