Statement of Assignment
Kami Sebagai ALSA Legal Aid Team ditunjuk untuk menyiapkan Legal Memorandum yang membahas mengenai Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik Terhadap Artificial Intelligence Menurut UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Issues
Mendapatkan perlindungan atas hak cipta dari karya yang diciptakan dalam wujud nyata merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh setiap orang. Berdasarkan Pasal 1 UU No.28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Hak Cipta didefinisikan sebagai “hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Hak cipta memiliki cakupan yang luas yang meliputi berbagai objek, salah satunya adalah seni dan sastra (art and literary).
Seiring dengan masuknya pengaruh revolusi industri 4.0, Artificial Intelligence (AI) yang menurut John McCarthy merupakan ilmu dan teknik dalam menciptakan mesin yang bersifat cerdas, terutama dalam menciptakan program atau aplikasi komputer cerdas. AI adalah suatu langkah untuk menciptakan komputer, robot, atau aplikasi atau program yang bekerja secara cerdas, layaknya seperti manusia.1 Artificial Intelligence (AI) memiliki banyak kegunaan dalam penerapannya, baik itu di bidang pendidikan, administrasi, hingga seni musik. Artificial Intelligence (AI) memberi kesempatan bagi seseorang untuk memproduksi sebuah karya musik dengan mudah dan dalam waktu yang relatif singkat.
Menanggapi isu penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam industri musik, Penulis mengacu pada UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hal ini dimaksudkan agar dapat ditemukannya titik terang dalam menentukan hak cipta dari karya seni musik dari teknologi Artificial Intelligence (AI), perlindungan hukum musisi atas karya musiknya terhadap teknologi Artificial Intelligence (AI) dan urgensi penyusunan aturan tentang hak kekayaan intelektual dari teknologi Artificial Intelligence (AI).
Brief Answer
Penentuan dari hak cipta terhadap karya seni musik yang dihasilkan oleh Artificial Intelligence (AI) ditentukan berdasarkan sejauh mana AI digunakan dalam proses pembuatan sebuah karya seni musik. Tidak adanya standarisasi mengenai pengambilan dari “bagian yang substansial” menimbulkan ketidakpastian hukum dalam memberi perlindungan hukum bagi musisi atas karya terhadap Artificial Intelligence (AI). Belum adanya pengaturan mengenai penggunaan Artificial Intelligence (AI) pada peraturan perundang-undangan yang ada, dapat menimbulkan kekosongan hukum yang mengakibatkan ketidakpastian hukum tentang kepemilikan dan perlindungan karya seni khususnya karya seni musik. Maka dari itu, diperlukan reformasi hukum guna memberikan kepastian hukum mengenai hak cipta karya musik oleh Artificial Intelligence (AI) ini.
Statement of Fact
Bahwa pada tanggal 16 Desember 2014 telah disahkan Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Indonesia.
Bahwa pada Pasal 1 Ayat 1 UU No.28 Tahun 2014, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahwa pada Pasal 1 Ayat 2 UU No 28 Tahun 2014, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Bahwa pada Pasal 1 Ayat 27 UU No 28 Tahun 2014, Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Bahwa pada Pasal 1 Ayat 3 UU No 28 Tahun 2014, Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Bahwa pada Pasal 40 Ayat 1 UU No 28 Tahun 2014, Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
Bahwa pada Pasal 41 UU No 28 Tahun 2014, Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi: alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Bahwa pada Pasal 33 Ayat 1 UU No 28 Tahun 2014, Dalam hal Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) Orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan.
Bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mendefinisikan Kekayaan Intelektual sebagai “Hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya kekayaan intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.”
Negara yang menganut civil law menekankan aspek personalitas penciptanya dalam karya yang dihasilkan.
Analysis
1. Menentukan Hak Cipta dari Karya Seni Musik Melalui Teknologi Artificial Intelligence (AI)
Jika dilihat dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC) yang berbunyi : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.” kata “seseorang” dan frasa “beberapa orang” didefinisikan sebagai individu yang menciptakan sebuah karya yang khas dan pribadi. Disebutkan pula pada Pasal 1 angka 27 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) yang berbunyi : “Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.” Orang disini dimaksudkan sebagai individu atau badan hukum. Sehingga, Pencipta dan/atau pihak yang memiliki hak cipta atas karya seni musik hanya merujuk pada manusia secara biologis dan sebagai badan hukum. bukan kepada bentuk lainnya, seperti Artificial Intelligence (AI).
Namun, apabila penggunaan Artificial Intelligence (AI) sebagai alat teknis yang membantu dalam proses pembuatan sebuah karya seni musik layaknya microphone, sound system, dan alat lainnya, karya seni musik tersebut dapat dilindungi oleh hak cipta sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1 angka 3 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) yang berbunyi : “Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.”. Pada proses pembuatan sebuah karya seni musik menggunakan Artificial Intelligence (AI) music generator, pengguna memberikan perintah atau prompt kepada Artificial Intelligence (AI) music generator yang dianggap sebagai proses kreatif karena memenuhi poin dari “....dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,” Pada Pasal 40 angka 1 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Beda halnya jika karya seni musik tersebut dibuat secara otomatis oleh Artificial Intelligence (AI) music generator tanpa melalui sebuah proses kreatif sehingga tidak dilindungi oleh hukum cipta di Indonesia.
Pemberian hak cipta terhadap suatu karya seni musik yang dibuat menggunakan Artificial Intelligence (AI) tentu memiliki kaitannya juga dengan pihak yang menciptakan dan mengembangkan dari platform itu sendiri. Meski pihak pengembang sendiri tidak turut serta dalam proses kreatif pembuatan karya seni musik tersebut, pihak pengembang masih memiliki andil dalam inovasi dari teknologi yang dibuat. Maka dari itu penting untuk diaturnya status kepemilikan hak cipta dari suatu karya yang diciptakan menggunakan Artificial Intelligence (AI) agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.
2. Perlindungan Hukum dari Musisi atas Karya Musiknya terhadap Teknologi Artificial Intelligence (AI)
Pada Pasal 44 ayat 1 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) disebutkan bahwasan : “Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.”
Batasan-batasan terkait dengan hak cipta yang dijelaskan pada Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) memberikan guidance bagi para musisi di Indonesia untuk membuktikan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Artificial Intelligence (AI) terhadap karyanya. Musisi disini dapat melakukan Substantial Similarity, yaitu menerapkan hak cipta atas lagu dan/atau musik untuk membuktikan penyalinan yang substansial adalah penting atau disebut sebagai bagian substansial. Selanjutnya penerapan Substantial Similarity ini sesuai dengan bagian penjelasan dari Pasal 44 ayat 1 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) yaitu : “Yang dimaksud dengan "sebagian yang substansial" adalah bagian yang paling penting dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan.”.
Meski telah memiliki guidance, tidak adanya standarisasi mengenai pengambilan dari “bagian yang substansial” menimbulkan ketidakpastian hukum bagi musisi. Pada cara kerjanya, Artificial Intelligence (AI) music generator telah dilatih menggunakan banyak materi yang telah ada. Sehingga, ketika terdapat kemiripan dari lagu yang dihasilkan oleh Artificial Intelligence (AI) music generator dianggap hanya terinspirasi dari lagu yang telah ada. Hal ini tentu akan menimbulkan kerugian secara materil dan moril bagi musisi.
3. Urgensi Penyusunan Aturan tentang Hak Kekayaan Intelektual dari Teknologi Artificial Intelligence (AI)
Aturan tentang hak kekayaan intelektual di Indonesia diatur dalam Undangundang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, namun dalam hal perlindungan hak cipta oleh AI masih menjadi persoalan yang belum menemukan titik terang.
Pada Pasal 1 Ayat 1 UU No 28 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dapat dipahami bahwa jelas hasil yang dibuat oleh AI telah diwujudkan dalam bentuk nyata, dalam hal ini adalah karya musik sehingga dapat dibenarkan sesuai dengan pengertian tersebut bahwa AI memiliki hak cipta karena perannya sebagai pencipta. Jika dikaji lebih lanjut, pada Pasal 1 Ayat 3 UU No 28 Tahun 2014, Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Dalam hal ini, penulis akan membagi tafsiran UU ini menjadi beberapa bagian.
Bidang ilmu hasil karya cipta
Definisi ini mencakup tiga bidang utama, yaitu ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Dalam kasus kali ini, untuk hasil cipta karya musik digolongkan dalam karya seni.
Proses kreatif
Ini menyoroti bahwa ciptaan tidak muncul secara spontan, tetapi melalui proses yang melibatkan berbagai faktor kreatif dan intelektual. Inspirasi mungkin berasal dari pengalaman, observasi, atau refleksi, sementara kemampuan, pikiran, dan imajinasi mencerminkan kapasitas individu untuk menghasilkan ide dan konsep baru. Kecekatan, keterampilan, dan keahlian mencerminkan tingkat kecakapan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mewujudkan ide menjadi karya nyata.
Bentuk nyata
Dapat didefinisikan bahwa bagian abstrak tidak termasuk ciptaan Namun, pada UU No 28 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 2, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Dapat diartikan bahwa pencipta di sini adalah “orang” yang diperjelas pada UU No 28 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 27, Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Berdasarkan hal diatas, Jelas dinyatakan orang yang dalam hal ini pencipta tidak sebanding lurus dengan pengertian AI yaitu suatu pemrograman yaitu non manusia. Jadi, bisa disimpulkan bahwa AI tidak bisa mendapatkan hak ciptanya sendiri karena AI adalah suatu program yang dibuat oleh orang.
Pada Pasal 41 UU No 28 Tahun 2014, Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi: alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional. Dapat dipahami sebelumnya bahwa AI tidak termasuk golongan pencipta namun sesuai dengan arti AI itu sendiri yaitu teknologi yang dirancang untuk membuat sistem tiruan manusia. Dari hal ini dapat kita persempit bahwa AI di sini digunakan sebagai alat/tools yang membantu manusia untuk menciptakan karya musik itu sendiri. AI di sini berguna untuk membantu meniru kemampuan intelektual manusia dan menghasilkan sebuah karya yang berawal dari informasi-informasi sebelumnya yang Ia ketahui. Dapat diartikan bahwa AI tidak sebagai pencipta tetapi hanya sebagai alat oleh pencipta. Jadi, AI tidak mendapatkan hak cipta namun hak cipta diberikan pada orang yang membuatnya.
Hal ini didukung oleh Pasal 33 ayat 1 UU No 28 Tahun 2014, dalam hal ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan. Jadi, hak cipta diperuntukan untuk orang yang secara keseluruhan dia yang membuat dan mengawasi. Sama halnya dengan AI, AI disini hanya membantu namun dalam praktek pembuatan secara keseluruhan ‘orang’ itulah yang diberikan hak cipta. Contoh, AI membantu dalam pembuatan nada, namun yang menyambungkan dengan nada lain dan melaraskan dengan lirik adalah “orang” tersebut.
Memang di Indonesia sangat ditekankan mengenai aspek personalitas yang mengarah pada “manusia” lah sebagai pencipta terhadap suatu karya dan sangat tidak diperkenankan non manusia atau dalam hal ini AI memiliki hak cipta terhadap suatu karya karena tidak memenuhi berbagai aspek tertentu. Ditambah bahwa AI adalah hasil buatan manusia itu sendiri. Namun, jika AI ini hanya sebagai alat untuk membantu pengerjaan suatu karya itu diperbolehkan dan penciptanya tetap manusia.
Sayangnya aturan di Indonesia masih sangat sedikit yang membahas mengenai hasil karya dari AI ini yang menjadikan suatu perdebatan yang cukup panjang dan menurut orang hukum, hal ini sangatlah kompleks karena harus dilihat dari berbagai sisi. Sejauh ini, memang dapat dijawab demikian, namun masih banyak pertanyaan-pertanyaan masyarakat yang masih belum dapat terjawab di UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini, seperti sebatas mana AI dapat menghasilkan suatu produk sehingga hak cipta masih dapat diberikan kepada penciptanya dan masih dianggap asli? Bagaimana dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan AI, apa menjadi salah satu yang digolongkan sebagai pencipta? Bagaimana melindungi hak cipta tersebut melihat perkembangan teknologi AI yang sangat cepat? Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh hukum Indonesia karena jika adanya kekosongan hukum dan terus berlanjut hanya akan menciptakan ketidakpastian dan ketidakjelasan tentang kepemilikan dan perlindungan karya tersebut. Maka dari itu diperlukannya reformasi hukum untuk membuat kejelasan aturan mengenai hak cipta karya musik oleh AI ini.
Conclusion
Penentuan hak cipta terhadap karya seni musik yang dihasilkan oleh AI sangat tergantung pada peran AI dalam proses pembuatannya jika dalam proses penciptaan karya seni musik hanya digunakan sebagai alat teknis yang sifatnya membantu manusia dalam mengarahkan ide kreatifnya maka pencipta dapat memiliki hak atas ciptaannya tersebut. Namun, jika AI secara otomatis menciptakan karya, pertanyaan mengenai kepemilikan hak tersebut menjadi kompleks.
Perlu adanya standarisasi yang jelas untuk memberikan perlindungan hukum terhadap musisi atas karya. Hal ini menjadi penting untuk menanggapi kemungkinan terjadinya pelanggaran hak cipta yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum dalam pengambilan bagian substansial dalam karya musik yang membuktikan adanya pelanggaran hak cipta oleh AI.
Urgensi penyusunan kebijakan hukum yang mengatur hak kekayaan intelektual dari teknologi AI menjadi krusial dalam menghadapi perkembangan teknologi yang cepat. Dalam UUHC memberikan memberikan landasan tentang hak cipta, namun masih terdapat kekosongan untuk mengatasi isu yang timbul terhadap penggunaan AI dalam menciptakan karya seni. Kekosongan hukum dalam penggunaan AI pada karya musik menciptakan ketidakpastian hukum tentang kepemilikan hak cipta yang dihasilkan oleh AI. Oleh karena itu, diperlukan reformasi hukum yang komprehensif tentang hak cipta karya musik oleh AI yang mempertimbangkan aspek teknis terkait dengan penggunaan AI dalam penciptaan karya seni serta memberikan perlindungan hak cipta bagi pencipta.
Comments