ALSA LEGAL AID #4
Pertanyaan:
Teman saya pernah mencoba melakukan perawatan kulit di salah satu klinik kecantikan, tidak ada masalah selama proses perawatan namun setelah bahwa klinik tersebut tidak terdaftar dan para karyawan disana tidak memiliki sertifikasi kompetensi di bidang tersebut, apa ini bisa disebut malapraktik atau seperti apa?
Jawaban:
Terimakasih atas pertanyaannya!
Klasifikasi Tindakan yang Terjadi Dalam Hukum
Dalam pelaksaan operasional suatu klinik diperlukan izin sebagai legalitas pelaksanaan kegiatan operasional dalam klinik, meski begitu tidak sedikit klinik kecantikan yang mengabaikan terkait perizinan ini. Menurut Pasal 25 ayat (1) Permenkes Tentang Klinik, untuk mendirikan sebuah klinik, pelaku usaha harus memiliki izin mendirikan dan izin operasional. Undang-Undang Kesehatan mengatur ketentuan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan kepada masyarakat di mana dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan dikatakan bahwa :
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau”.
Rumusan dalam Pasal tersebut diperkuat dalam Pasal 106 ayat (1) yang mengatakan bahwa:
“Sediaan Farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen seperti yang termuat dalam Pasal 4 huruf a, di antaranya adalah Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa. Pasal 4 huruf c juga diatur bahwa, konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Dalam analisis kami pada pertanyaan yang anda ajukan, bahwa klinik yang teman anda kunjungi tidak terdaftar juga karyawannya tidak memiliki sertifikasi di bidangnya dapat diklasifikan sebagai tindakan Praktik Kecantikan Illegal. Sebagaimana telah kami uraiakan sebelumnya bahwa suatu klinik wajib memiliki izin pendirian dan izin operasional dalam menjalankan usahanya, dimana apabila tidak ada izin tersebut masyarakat sebagai konsumen haruslah diberitahu sebagai bagian dari haknya sebagai konsumen.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum yang diberikan oleh pelaku usaha atas hal tersebut sangat berkaitan erat dengan ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh pihak konsumen yang merupakan salah satu pihak sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, serta pemakaian barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu. Sehubungan dengan kerugian yang dialami oleh konsumen dalam jasa pelayanan kesehatan, Pasal 58 Undang-Undang Kesehatan telah mengatur bahwa:
Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/ atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya;
Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat;
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan praktik illegal, yang dikatakan sebagai malapraktik (dikenal pula dengan malpractice atau malapraxis) dapat didefinisikan dengan praktek yang buruk atau jelek (bad practice). Malapraktik dapat pula diartikan pelayanan kesehatan yang mengecewakan pasien karena kurang berhasil atau tidak berhasilnya dokter dalam mengupayakan kesembuhan bagi pasiennya dikarenakan kesalahan professional seorang dokter, yang mengakibatkan cacat hingga kematian pasien. Dalam kasus malapraktik diperlukan 3 (tiga) unsur yaitu:
Tenaga medis telah melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan standar profesinya;
tenaga medis telah melakukan tindakan medis yang tidak hati-hati dalam hal adanya unsur kelalaian dalam tindakan medis;
tenaga medis telah melakukan tindakan medis yang mengakibatkan pasien mengalami suatu akibat yang fatal dan serius.
Mengenai pertanggungjawaban secara hukum, apabila merujuk pada Pasal 1365 KUH Perdata maka cukup dengan terpenuhinya unsur kedua dan ketiga dapat menjadi dasar dalam menuntut kerugian atas terjadinya malapraktik. Terjadinya malapraktik atau tidak, dalam kenyataan tidak selalu mudah dipastikan. Pembuktiannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
Cara langsung yaitu Pembuktian suatu tindakan tenaga medis dianggap lalai.
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Berdasarkan penjelasan mengenai malapraktik itu sendiri jika dikaitkan dengan pertanyaan saudara maka kami berpendapat bahwa Tindakan tersebut bukan termasuk "Malapraktik".
Kesimpulan
Bahwa peristiwa yang terjadi pada teman anda dapat diklasifikan sebagai tindakan Praktik Kecantikan Illegal. Menurut Pasal 25 ayat (1) Permenkes Tentang Klinik, untuk mendirikan sebuah klinik, pelaku usaha harus memiliki izin mendirikan dan izin operasional. Legalitas dari suatu klinik diperlukan guna menjamin perlindungan hak dari konsumen, dimana Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen seperti yang termuat dalam Pasal 4 huruf a, di antaranya adalah Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa. Pasal 4 huruf c juga diatur bahwa, konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Kemudian terkait dengan pertanggungjawaban hukum yang diberikan oleh pelaku usaha atas praktik illegal tersebut ditentukan dengan ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh pihak konsumen.
Referensi
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik
Sumber Lain:
Abduh, R. (2021). Kajian Hukum Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Malapraktik Medis. De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 6(1), 221-234.
Afandi, D., Purwadianto, A., Sampurna, B., Sugiharto, A. F., Yudianto, A., Susanti, R., ... & Fatriah, S.H. PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN 2017 PERHIMPUNAN DOKTER FORENSIK INDONESIA.
Apriani, R., Iman, C. H., & Zubaedah, R. (2019). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Akibat Praktik Klinik Kecantikan Ilegal Di Karawang. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 7(2), 249-262.
Bawono, B. T. (2022). Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Malpraktik Profesi Medis. Jurnal Hukum, 25(1), 453-473.
Maryam, S. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN KORBAN MALPRAKTEK MEDIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA. SIGNIFIKAN, 2(3), 169-177.
Comments