Akibat yang Ditimbulkan kepada Status Hukum Perkawinan Tersebut
Merujuk pada UU No. 1 Tahun 1974 bahwa suatu perkawinan dikatakan sah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama dan telah dicatatkan dalam kantor pencatatan perkawinan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaturan perkawinan di Indonesia tidak hanya bertumpu pada peraturan perundang-undangan namun juga kepada peraturan dan syariat agama yang dianut oleh para pihak. Uraian atas pertanyaan ini kami jabarkan dengan menganalogikan bahwa pasangan suami istri tersebut beragama Islam.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”. Namun, adakalanya perkawinan tidak bisa dilanjutkan untuk selamanya atau terputus ditengah jalan. Sesuai dengan Pasal 38 UU No. 1 tahun 1974 Perkawinan dapat putus karena 3 hal yaitu kematian, perceraian dan atas keputusan Pengadilan. Merujuk pada pertanyaan, bagaimana status perkawinan bagi pasangan yang berpisah bertahun-tahun ialah perkawinan tetap dianggap ada sebelum diajukan permohonan putusnya perkawinan ke Pengadilan. Putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Mengenai putusnya perkawinan karena perceraian berdasarkan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dikatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Hal ini juga disebutkan juga dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikatakan bahwa perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan. Lebih lanjut hal serupa juga diatur dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) Pasal 8 KHI mengatakan bahwa putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian, ikrar talak, khuluk, atau putusan taklik-talak.
Dalam pasal 116 KHI meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya menjadi salah satu alasan yang dapat dijadikan dalam pemutusan perceraian. Jadi, berdasarkan dasar hukum yang telah dijabarkan bahwa putusnya perkawinan dalam hal perceraian dibuktikan dengan adanya putusan pengadilan, ikrar talak, khuluk, atau putusan taklik-talak. Oleh sebab itu, perkawinan tidak otomatis putus hanya karena pasangan berpisah bertahun-tahun saja, melainkan harus dilakukan upaya gugatan perceraian dengan alasan di atas. Untuk itu apabila dihadapkan pada permasalahan ini kami menyarankan untuk segera melakukan upaya gugatan perceraian sehingga memiliki kejelasan status hukum perkawinan, jika memang situasi perkawinan sudah tidak ada kejelasan dan tidak dapat dipertahankan lagi.
Referensi:
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
Sumber Lain:
Hukumonline. Suami Pergi Tanpa Kejelasan Bisakah Perkawinan Dianggap Putus. https://www.hukumonline.com/klinik/a/suami-pergi-tanpa-kejelasan-bisakah perkawinan-dianggap-putus--lt5fd72ff7ed39c#_ftn6. diakses pada 26 mei 2022.
Hukumonline. Apakah Pisah Ranjang Dapat Dianggap Sah Bercerai. https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-pisah-ranjang-dapat-dianggap-sah-bercerai-lt51de432a96b65. diakses pada 26 mei 2022.
Comments