top of page

Tinjauan Hukum tentang Penarikan Tuntutan Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga


ALSA Legal Aid Team 2022/2023

By: Muhammad Ashil Firdaus (2020) & Muhammad Haiqal (2021)


Suatu kekerasan dalam bentuk apapun merupakan suatu Tindakan kejahatan yang tidak bisa dibenarkan, maka mau seperti apapun kejahatan serta kekerasan yang dilakukan maka tindakan tersebut dapat dilaporkan sebagai suatu jenis tindak pidana yang dapat di proses melalui hukum. Kekerasan yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi manunsia serta merupakan kejahatan terhadap martabat manusia dan merupakan bentuk diskriminasi terhadap manusia. Dalam siaran pers yang dilaksanakan oleh Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2021 mencatat bahwa selama 17 tahun yaitu sepanjang 2004 – 2021 terdapat 544.452 kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) atau ranah personal. Secara khusus selama lima tahun belakangan, tercatat ada 36.367 kasus KDRT dan 10.699 kasus ranah personal.


Dalam hukum pidana di Indonesia, tindak pidana atau delik dapat dibagi menjadi dua, yaitu delik biasa yang dimana suatu perkara dapat langsung diproses tanpa adanya pelapor baik dari pihak korban, wali, atau keluarga. Jadi, walaupun korban telah mencabut laporan/pengaduannya kepada polisi, penyidik tetap berkewajiban untuk melanjutkan proses perkara dan delik aduan yaitu suatu delik yang dapat diproses jika terdapat aduan baik dari korban, wali, maupun anggota keluarganya. Maka dari itu, pencabutan tuntutan hanya dapat diberhentikan jika tindak pidana tersebut termasuk dalam kategori delik aduan. Perihal delik aduan ini telah diatur dalam Pasal 75 KUHP yang berbunyi “Pelapor yang telah mengajukan pengaduan atas suatu delik, dapat menarik kembali tuntutan tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengajuan diajukan, jika tenggat waktu yang diberikan terlampaui, maka penarikan suatu tuntutan tidak dapat ditarik lagi”.


Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga masuk merupakan delik aduan sebagaimana diatur dalam pasal 51 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi “Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan.” Hal ini diperkuat dan diperjelas oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksamana Bonaprapta yang menyatakan bahwa “Pencabutan tuntutan dapat dilakukan atas delik aduan, jika tindak pidana tersebut berjenis delik biasa makan laporan (pengaduan) tidak ada dicabut.”


Terkait dengan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ini, laporan yang diajukan oleh pelapor dapat dicabut apabila tindakan Kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT) tersebut berupa kekerasan fisik ataupun psikis yang tidak menimbulkan suatu penyakit dan tidak mengganggu kegiatan sehari-hari. Adapun definisi kekerasan fisik yang terdapat dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang berbunyi: “Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.” Dilanjutkan dengan pemberian definisi terkait dengan kekerasan psikis yang terdapat dalam Pasal 7 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang berbunyi: “Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang”.


Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1600 K/Pid/2009 terdapat sebuah preseden yang memungkinkan pelapor tetap dapat mencabut tuntutan atas suatu delik aduan walaupun telah melewati batas waktu 3 bulan. Hakim berpendapat perdamaian yang dilakukan oleh pelapor terhadap terlapor ini haruslah dihormati dan haruslah dinilai tinggi, agar manfaat dari pencabutan tuntutan tersebut dapat memberhentikan suatu perkara daripada melanjutkan perkara ke proses persidangan. Maka, penarikan tuntutan atas suatu delik aduan dapat dilakukan walaupun telah melewati batas yang telah ditentukan dalam Undang-Undang.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pencabutan laporan dalam kasus KDRT yang merupakan delik aduan, pemrosesan hanya dapat dilakukan apabila korban telah melaporkan dan pencabutan juga dapat dilakukan oleh korban KDRT tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Para kasus KDRT yang sedang hangat diperbincangkan korban KDRT telah mencabut laporannya telah sesuai dengan hukum yang berlaku terlepas dari sudah sampai mana tahapan pemrosesan perkara.


Sumber Hukum:

  1. Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  2. Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

  3. Pasal 2 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

  4. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

  5. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 6. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1600 K/Pid/2009.


Referensi:

  1. Komisi Nasional Perempuan. 2021. Memutus Rantai Kekerasan dan Memulihkan Korban. https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-memperingati-17-tahun-pengesahan-uu-no-23-tahun-2004-tentang-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-pkdrt-jakarta-27-september-2021 diakses 5 November 2022 pukul 14:23 WIB.

  2. Michelle Kurniawan. 2022. Memahami Hak Pencabutan Pengaduan Kasus Pidana, Bisakah perkara Langsung Berhenti?, Merdeka.com. https://www.merdeka.com/peristiwa/memahami-hak-pencabutan-pengaduan-kasuspidana-bisakah-perkara-langsungberhenti.html#:~:text=Adapun%20bunyi%20pasal%2044%20ayat,lima%20belas%20juta %20rupiah).%22 diakses 5 November 2022 pukul 14:23 WIB.

  3. Pradana A, Arasy. 2019. Pengehentian Proses Hukum Karena Korban Memaakan Pelaku KDRT. https://www.hukumonline.com/klinik/a/penghentian-proses-hukum-karenakorban-memaafkan-pelaku-kdrt-lt5d40fd05ed9e6 diakses tanggal 5 November 2022 pukul 09:02 WIB.

  4. Pradana A, Arasy. 2019. Pengehentian Proses Hukum Karena Korban Memaakan Pelaku KDRT. https://www.hukumonline.com/klinik/a/penghentian-proses-hukum-karenakorban-memaafkan-pelaku-kdrt-lt5d40fd05ed9e6 diakses tanggal 5 November 2022 pukul 11:23 WIB.

  5. Santoso, Agung Budi. 2019. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap Perempuan: Perspektif Pekerja Sosial. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 10 (1) : 1- 2

1 comment

1 Comment


keren

Like
bottom of page